Monday, November 24, 2008

Golput ?

Golput ?

Oleh: Alfanny

Gus Dur pun akhirnya menyerukan Golput setelah posisinya sebagai Ketua Dewan Syuro PKB sama sekali diabaikan oleh KPU dan PKB Cak Imin. Tepatkah seruan Golput -khususnya bagi warga NU- dalam konteks kekinian dan kedisinian?

Saat ini, Indonesia tengah menghadapi dua ancaman sekaligus, liberalisme ekonomi dan sekaligus konservatisme dan fasisme agama. Liberalisme ekonomi terlihat jelas dari maraknya hypermarket yang membunuh usaha kelontongan dan warung kecil. Sementara konservatisme dan fasisme agama terlihat dari aksi-aksi intoleran seperti pembakaran masjid Ahmadiyah dan menguatnya wacana khilafah islamiyah yang jelas-jelas menolak eksistensi nation-state seperti NKRI.

Liberalisme ekonomi diperparah oleh para birokrat kita –yang notabene warisan Orde Baru- yang hampir-hampir tidak punya semangat nasionalisme, dalam artian ekonomi yaitu mencintai produk dalam negeri. Harian Kompas secara satir pernah mengilustrasikan bahwa para pejabat tinggi kita lebih bangga memakai sepatu Bally daripada sepatu merk nasional. Rakyat, terutama generasi mudanya berdesak-desakan antre di loket CPNS dan “Indonesian Idol”, lebih bangga menjadi pegawai dan penyanyi daripada menjadi pengusaha.

Konservatisme dan fasisme agama pun kian mendapat tempat setelah para birokrat kita –demi meraih simpati rakyat yang mayoritas muslim- berlomba-lomba mendukung program-program kesalehan ritual-simbolik. Lahirlah perda-perda bernuansa syariat Islam yang sangat simbolik dan tidak relevan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Di kota Tangerang, akan kita jumpai di sebuah ruas jalan bertebaran plang-plang bertuliskan asmaul husna dan slogan-slogan besar “akhlaqul karimah”.

Sebuah partai Islam berideologi konservatif-radikal versi Ikhwanul Muslimin-Mesir pun kian mendapatkan tempat di masyarakat awam hanya karena sangat rajin melakukan pengobatan gratis dan pembagian sembako. Padahal Ikhwanul Muslimin di Mesir sudah lama menjadi partai terlarang sejak para kadernya yang radikal "terpancing" untuk membunuh Presiden Anwar Sadat tahun 1979. Tapi, di Indonesia ideologi Ikhwanul Muslimin tumbuh subur di tiga kampus terkemuka, UI, ITB dan UGM. Buku-buku karya ideolog Ikhwan seperti Hasan Al Banna dan Sayyid Quthb pun akan mudah kita temukan beredar di kalangan aktivis dakwah kampus-kampus tersebut.

Gejala para birokrat yang cenderung mengakomodasi kelompok konservatif-fasis agama sebenarnya bukan monopoli Indonesia. Malaysia pun melakukannya lebih dahsyat. Rezim Barisan Nasional/ UMNO yang sedang digerogoti popularitasnya oleh Anwar Ibrahim belakangan mulai memainkan kartu simbol agama untuk mempertahankan popularitasnya. Kasus pelarangan penggunaan lafadz “Allah” oleh Gereja Katolik Malaysia dan pelarangan Yoga adalah contohnya.

Lalu, siapa yang bisa kita pilih? Memang susah. Tapi, pilihlah yang “terbaik di antara yang terburuk”, toh kaidah ushul fiqh pun menyatakan “lebih baik mencegah keburukan daripada mendatangkan kebaikan”. Sebab bila para pemilih cerdas dan kritis beramai-ramai tidur pada hari pemungutan suara, maka sudah dipastikan partai-partai korup dan konservatif yang akan menang.

Kita harus belajar dari Pemilu Presiden Prancis 2002 silam. Saat itu, secara dramatis, kandidat Partai Sosialis yang pro perubahan, Lionel Jospin dikalahkan oleh kandidat dari partai sayap kanan, Jean Marie Le Pen pada Pemilu putaran pertama. Le Pen dalam kampanyenya dikenal fasis dan rasialis karena sering mengusung isu anti imigran. Le Pen bahkan pernah mengkritik tim sepakbola Perancis yang didominasi warga Perancis keturunan imigran Afrika. Saat itu banyak simpatisan Partai Sosialis yang golput karena menganggap Jospin sebagai tokoh Sosialis yang kurang memiliki agenda-agenda perubahan yang konkret. Hasilnya, yang diuntungkan adalah Le Pen dari partai fasis yang berhasil maju ke putaran kedua.

Walhasil, pada pemilu putaran kedua, warga Perancis yang pro perubahan “dengan terpaksa” memilih kandidat incumbent yang status quois, Jacques Chirac. Para pendukung Partai Sosialis jelas tidak akan memilih Le Pen yang fasis. Ideologi fasisme atau ultra-nasionalis sangat dikecam oleh para pendukung Partai Sosialis.

So, bagaimana pemilih Indonesia? Ingin Indonesia semakin liberal secara ekonomi dan fasis dalam kehidupan beragama? Semua tergantung anda.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah MataAir
www.alfannymovement.blogspot.com

Wednesday, November 19, 2008

Rekonsilliasi Harus Berpijak Pada Kebenaran

19 Nopember 2008 20:57:06

Argumentasi elit PKS yang menyatakan bahwa pemuatan para pahlawan dan guru bangsa dalam iklan televisinya sebagai bentuk ajakan rekonsiliasi nasional dinilai sebagai penggelapan dan pemutarbalikan sejarah oleh LTN (Lajnah Ta’lif Wan Nasyr) NU.

Menurut Abdul Munim DZ, Ketua LTN NU, rekonsiliasi nasional yang diusahakan oleh berbagai elemen bangsa ini harus berpijak pada kebenaran. Rekonsiliasi tidak bisa ditempuh dengan cara menggelapkan sejarah atau memutarbalikkan kenyataan sejarah.

”Usaha rekonsiliasi nasional yang diusahakan bangsa ini untuk menciptakan masyarakat yang rukun, damai dan bersatu patut didukung oleh semua pihak. Tetapi proses rekonsiliasi dan rehabilitasi para tokoh yang hendak diusulkan menjadi Pahlawan nasional tersebut hendaklah jangan dilakukan dengan cara menggelapkan atau memutarbalikkan kenyataan sejarah,” demikian pendapat Munim DZ dalam surat edaran LTN NU yang ditandatanganinya.

”Rekonsiliasi dan rehabilitasi terutama yang berkaitan dengan para tokoh yang terlibat dalam pemberontakan Darul Islam (DI) dan juga pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta dan termasuk pemberontakan G30-S serta peristiwa lainnya itu hendaklah dilakukan dengan sangat cermat.”

”Ketidakcermatan dan manipulasi sejarah seperti itu tidak hanya akan menimbulkan kontroversi dan ketegangan politik, tetapi juga akan mencederai integritas dunia akademis," ujar Munim DZ.

”Sejarah sebagai titik tolak melakukan rehabilitasi dalam upaya Rekonsiliasi Nasional hendaklah dikaji dan dipahami sesuai dengan prinsip kebenaran, agar bisa melahirkan rekonsiliasi nasional yang sejati sehingga benar-benar bisa memberikan kedamaian dan keadilan bagi semua pihak.”

LTN NU juga mengimbau para sejarawan, khususnya yang ada di lingkungan Nahdliyin agar turut aktif dalam proses rekonstruksi sejarah nasional, yang dimulai dengan penyelamatan data dari kemusnahan dan pemusnahan, agar bisa dijadikan bahan rekonstruksi sejarah yang berpijak pada sumber yang otentik. (Diolah dari NUonline) foto:detikcom

Friday, October 24, 2008

It's My Life

This ain't a song for the broken hearted
No silent prayer for the faith departed
I ain't gonna be just a face in the crowd
You're gonna hear my voice
When I shout it out loud

( chorus )
It's my life
It's now or never
I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just wanna live while I'm alive
It's my life

This is for the ones who stood their ground
For Tommy and Gina who never backed down
Tomorrow's getting harder make no mistake
Luck ain't even lucky
Got to make your own breaks

( chorus )
It's my live
And it's now or never
I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just want to live while I'm alive
'Cause it's my life

Better stand tall when they're calling you out
Don't bend, don't break, baby, don't back down

( chorus )
It's my life
And it's now or never
'Cause I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just want to live while I'm alive

( chorus )
It's my life
And it's now or never
'Cause I ain't gonna live forever
I just want to live while I'm alive
(It's my life)
My heart is like an open highway
Like Frankie said
I did it my way
I just want to live while I'm alive
'Cause it's my life

Tuesday, October 21, 2008

Hidup-hidupilah Muhammadiyah

Judul di atas adalah pesan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Lengkapnya, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan hidup dari Muhammadiyah”.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, pesan tersebut bisa berbunyi, “Hidup-hidupilah Indonesia, jangan hidup dari Indonesia”. Kita jelas tidak ingin menjadi parasit yang “NU” (nunut urip) di “pohon” bernama Indonesia. Kita semua pasti ingin menjadi “air” yang menyirami pohon Indonesia.

Sebaik-baik air yang menyirami pohon Indonesia adalah:
1. Para pengusaha yang bergerak dalam sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan tidak bergantung pada proyek “government spending” pemerintah
2. Para intelektual organik, yang menjalankan metode “observasi partisipatoris”, mengamati realitas sosial dan rela turun dari menara gading untuk hidup bersama mendampingi dan mencerdaskan rakyat. Tapi, mereka tidak tergoda untuk melegitimasi kekuasaan dengan intelektualitasnya.
3. Para ulama dan agamawan yang berpihak pada kepentingan rakyat, senantiasa “membela rakyat”, bukan sekedar “membela Tuhan” (karena “Tuhan tidak perlu dibela”). Para agamawan yang memanfaatkan otoritasnya untuk mencerdaskan dan mencerahkan rakyat, jauh dari memanipulasi ayat suci untuk kursi kekuasaan semata.

Anda sudah mencapai “maqam” tersebut, “menghidupi Indonesia”? atau masih pada level “hidup dari Indonesia” untuk perut dan bawah perut sendiri?

Friday, September 05, 2008

Khairunnas Anfauhum Linnaas (Refleksi untuk kita sahabat PMII)

Istilah di atas kira-kira artinya, "manusia terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya". Logikanya, manusia yang bermanfaat ialah manusia yang memiliki kelebihan baik ilmu dan harta. Minimal, dia bermanfaat bagi keluarga intinya, syukur-syukur masyarakat luas pun dapat merasakan manfaatnya.

Logikanya lagi, seorang sarjana dari sebuah perguruan tinggi seperti UI seharusnya bisa bermanfaat bagi banyak orang dan tidak hanya bagi dirinya sendiri. Namun, kini banyak kita saksikan banyak sarjana yang cukup puas hanya bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri, tidak peduli urusan orang sekitarnya. Setelah urusan perut terpenuhi (bisa makan 3 x sehari), maka bawah perut (kawin) jadi prioritas berikutnya. Setelah bawah perut terpenuhi, maka pikiran selanjutnya adalah penopang perut (kaki-alias gak mau jalan kaki lagi, ya beli mobil dong). So, boro-boro mikiran orang lain apalagi memikirkan "ingin merubah dunia", jauh deh...

Kenapa bisa begitu? Ada dua jawabnya. Satu, orang tersebut balas dendam terhadap kemiskinan! Karena terlalu lama miskin, sekalinya dia punya duit maka dia pun menghabiskan duitnya untuk "mengganyang" kemiskinan tersebut. Makanya bener kata Karl Marx, hanya kelas menengah (yang dari kecil sudah terbiasa hidup agak enak) yang bisa melakukan perubahan. Orang miskin agak susah. Mikirin makan besok aja bingung. Eh sekalinya dapat duit, balas dendam

Jawaban kedua, karena keimanan yang "naik turun". Ironisnya, organisasi pengkaderan seperti PMII -yang mengklaim dirinya organisasi mahasiswa Islam- pun kurang berhasil (atau bahkan gagal) melahirkan kader-kader dan alumni yang punya "iman tebal" untuk menjadi "khairunnas". (sebagian besar) kader PMII -mungkin termasuk saya- tidak punya kepedulian untuk mau memberi manfaat bagi sesamanya. Para sahabat yang sudah alumni dan senior cenderung bersikap feodal -dalam arti menunggu adik-adiknya utk mengajukan proposal. Sementara para kader yang jadi pengurus pun "kurang kreatif" dan inisiatif dalam merancang gerakan dakwah dan program yang mampu mensyiarkan Islam aswaja di kampus. Sudah begitu militansinya (sebagai cerminan iman) di kampus sangat ketinggalan jauh dengan anak-anak tarbiyah/ PKS ibarat Depok-Kota.

Tapi, seperti kata Marx, superstruktur (iman) sangat ditentukan oleh infrastruktur (kondisi riil). Jadi, iman yang "naik turun" kayak gitu jangan-jangan karena latar belakang sosial ekonomi para sahabat PMII yang sebagian besar dari kelas menengah ke bawah? Yang untuk bayaran semester saja harus ribet ngurus keringanan ke dekanat. Untuk makan siang aja, harus jeli melototin spanduk seminar yang ada makan siang gratisnya. Beda jauh dengan kader-kader tarbiyah/ PKS yang tajir dan gak usah ribet ngurus keringanan tiap semester. Selalu ready untuk "berjihad" tanpa perlu dikirimin metromini.

Padahal kemiskinan seharusnya bukanlah sebuah ancaman, namun ia adalah sebuah tantangan yang memaksa si miskin menciptakan peluang-peluang kreatif.

So, mungkin esai ini agak keras "nonjok" para sahabat -baik alumni ataupun pengurus PMII- tapi ini harus saya tulis dan kabarkan, karena saya "trust and believe" dengan Islam ala ahlussunnah wal jamaah ala Nahdlatul Ulama sebagai agama yang mampu mendamaikan dunia ini. Dan PMII adalah garda depannya....

So, mari kita bantah Marx, bahwa iman kita tidaklah ditentukan oleh isi perut kita apalagi "aspirasi" bawah perut kita. Man jadda wa jadda!

Tuesday, September 02, 2008

Soal KTA, Antara PKS dan Golkar

Anda tahu KTA. Itulah, Kartua Tanda Anggota. Setiap partai tentu ingin punya banyak anggota yang keanggotaannya dibuktikan dengan KTA. Bahkan ada beberapa partai yang punya target mempunyai anggota dengan KTA resmi sebanyak-banyaknya.

Salah satunya adalah Golkar. Di era Orde Baru, ada seorang nenek tetangga saya yang buta huruf suatu ketika minta dibuatkan KTP seumur hidup. Pak Ketua RT pun menyanggupinya. Entah karena ngejar setoran atau apa, pak Ketua RT alih-alih membuatkan KTP bagi si nenek amalah membuatkan KTA Golkar yang tentu saja tidak bisa dipakai untuk ngurus Kartu Keluarga (KK) dan urusan kependudukan administratif lainnya.

Salah duanya adalah PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Suatu sore menjelang Pilkada Jakarta, istri saya didatangi 2 orang kader PKS yg melakukan direct selling (kampanye door to door) ke rumah saya. Setelah basa-basi mengkampanyekan Adang, maka kader PKS tersebut pun meminta fotokopi or no KTP istri saya. Istri saya yang lugu pun memberikannya. Lusa, istri saya pun mendapat KTA PKS lengkap dengan foto mesem Adang di belakangnya. Padahal ketika saya tanya, istri saya tersebut tidak pernah mengisi formulir permohonan untuk menjadi anggota PKS.

Golkar dan PKS ya mirip PKI jadinya kalo gitu. Di masa lampau kader-kader PKI selalu berhalo-halo kepada petani desa yang lugu-lugu, "Ayo-ayo sedulur, siapa yang mau tanah silahken tanda tangan/ cap jempol di formulir ini". Yang ternyata daftar nama penduduk desa yang sudah ttd or cap jempol tersebut ditempelkan ke kop surat PKI dan dikasih judul "Daftar Anggota PKI Ranting X". Daftar tersebut pun jatuh ke CIA pasca G.30.S 1965. Dan akhirnya banyak petani desa yang ditangkap dan dibunuh karena namanya ada dalam daftar tersebut.

Reformasi kok kayak gini ya.....

Saturday, August 23, 2008

Dia Milikku


semula ku tak tahu
engkau juga kan ingin memilikinya
bukankah ku lebih dulu
bila engkau temanku
sebaiknya tak mengganggu

reff:
dia untukku, bukan untukmu
dia milikku, bukan milikmu
pergilah kamu, jangan kau ganggu
biarkan aku mendekatinya

kamu tak akan mungkin mendapatkannya
karena dia berikan aku pertanda cinta
janganlah kamu banyak bermimpi, oooh

dia untuk aku

bukankah belum pasti
kamu juga kan jadi dengan dirinya
dia yang menentukan
apa yang kan terjadi
tak usah mengaturku

reff2:
dia untukku, bukan untukmu
dia milikku, bukan milikmu
lihatlah nanti, lihatlah saja
biarkan aku mendekatinya

kamu tak akan mungkin mendapatkannya
karena dia berikan aku pertanda juga
janganlah kamu banyak bermimpi, oooh

kusarankan engkau mundur saja, ooo

repeat reff
repeat reff2

dia untuk aku
bukan, dia untuk aku

Friday, August 15, 2008

Capres Independen, “Cinta (Baca: Politik) Tidak Harus Memiliki, Yang Penting Menikmati”

Oleh: Alfanny

Sudah ada dua anak muda yang mencalonkan diri sebagai presiden pada 2008 mendatang, secara independen tanpa partai. Padahal UU Pemilu mensyaratkan dukungan partai untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Lalu partai apa yang akan dijadikan “kendaraan” politik mereka?

Fadjroel Rahman, mantan aktivis mahasiswa ITB 1980-an pun berkilah gesit, “dari 34 partai pasti ada yang bervisi sama dengan saya”. Senada dengan Fadjroel, Rizal Mallarangeng, doktor politik muda pun ngeles, ”Saya tertarik dengan Golkar dan PDIP”.

Padahal Soekarno muda di usia 20-an tahun seusai kuliah di THS (Technische Hoogeschool) –ITB sekarang- berikhtiar mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) bersama Mohammad Hatta yang baru pulang kuliah di Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi), Rotterdam Belanda.

Soekarno muda dan Hatta muda mau bersusah payah mendirikan partai sebagai ”kendaraan” politik mereka dan melengkapi ”kendaraannya” dengan bermacam ”onderdil” seperti visi-misi, logo partai, AD-ART, pengurus dan yang terpenting ”penumpangnya” alias rakyat pendukung atawa konstituen.

Tidak ujug-ujug pasang iklan di TV atau cukup puas berbicara di seminar-seminar elitis di kafe yang hanya dihadiri puluhan orang atau sekali-kali menulis di media cetak. Soekarno muda merasa perlu berkeliling ke pelosok Jawa Barat untuk menyelami apa yang dirasakan dan dibutuhkan rakyat sampai ia bertemu sosok Marhaen, petani di pinggiran Bandung yang memberikan inspirasi kepada Soekarno muda untuk merumuskan sebuah ideologi proletarisme yang berbeda dengan komunisme-sosialisme, itulah marhaenisme. Sang Marhaen memang petani miskin, tapi dia memiliki semua perkakas kerjanya, dari cangkul, arit dan tanah. Marhaen tidak menjual tenaganya kepada pemilik kapital. Sang Marhaen tetap memiliki hasil produksinya dan dia tidak mengalami keterasingan (alienasi) sehingga harus lari pada agama dan menjadikan agama sebagai candu (religion is opium of the people).

Lebih heroik lagi Hatta muda. Ia mengorbankan segala-galanya untuk kemerdekaan republik, sampai ia berikrar ”Saya tidak akan menikah sebelum Indonesia Merdeka!”. Dan ikrar yang ”sangat berat” itu pun ditepatinya. Hatta baru menikah setelah proklamasi 1945, itu pun atas ”mak comblang” Soekarno.

Kurang otoriter apa kolonial Belanda? Soekarno muda dan Hatta muda pun dipenjara, dan PNI pun ”terpaksa” dibubarkan oleh Sartono. Namun selepas penjara, Soekarno dan Hatta pun ”tidak kapok” dan tetap percaya pada lembaga kepartaian sebagai salah satu pilar perjuangan dan pilar demokrasi. Soekarno bergabung dengan Sartono untuk membentuk Partindo (Partai Indonesia). Hatta bersama Sjahrir mendirikan reinkarnasi PNI, yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru).

Tapi tidak seperti partai-partai kini yang terpecah belah karena alasan-alasan pragmatis, maka Soekarno dan Hatta ”bercerai” partai karena alasan ideologis-metodologis. Soekarno beralasan bahwa partai yang kuat harus didukung oleh lautan massa yang dimobilisasi oleh kepemimpina kharismatis sementara Hatta berpendapat partai ideal adalah ”partai kader” yang mengutamakan kualitas kader daripada jumlah massa yang berkumpul di lapangan untuk mendengarkan pidato ketua umum partai. Maka di masa itu untuk menjadi kader PNI Baru susahnya minta ampun, harus melewati serangkaian training dan kursus kader. Bandingkan dengan sekarang, dimana untuk menjadi anggota partai cukup mengisi formulir pendaftaran. Malas isi formulir? Jangan khawatir, kini ada sebuah partai yang berkampanye direct selling, door to door, meminta fotokopi KTP -dengan berbagai alasan- dan minggu depan Kartu Tanda Anggota (KTA) sudah keluar padahal yang bersangkutan tidak pernah menyatakan tanda tangan persetujuannya menjadi anggota partai tersebut.

Kembali pada capres muda independen tersebut. Kenapa mereka sedari awal tidak mau berpartai? Kalau alasannya partai sekarang korup, ya buat partai baru dong. Dengan jaringan informasi, telekomunikasi dan infrastruktur yang jelas lebih canggih dibandingkan zaman Soekarno-Hatta muda dulu maka seharusnya mendirikan partai sekarang lebih mudah. Dengan berpartai, pemikiran individual seorang pemimpin akan mengalami proses uji publik sehingga lebih matang untuk kemudian berproses menjadi gagasan kolektif yang mewujud dalam visi-misi dan AD/ART partai. Dengan berpartai, seorang pemimpin berproses menuju kematangan sebagai pemimpin yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan rakyatnya.

So, Bung Fadjroel dan Bung Rizal, anda ingin berpolitik konkret dan tidak hanya sekedar berwacana, maka ”menikahlah”, masuklah atau dirikan partai, outputnya jelas, sang ”bayi ideologis” yang lahir dari ”rahim” politik partai anda. Jangan hanya sekedar berwacana, (maaf) ”masturbasi” politik yang hanya nikmat tapi tidak menghasilkan ”bayi ideologis”. Mungkin mereka memegang prinsip, ”cinta (Baca: politik) tidak harus memiliki, tapi yang penting bisa menikmati”.


Friday, July 25, 2008

Kemenangan Dakwah?

Menjelang Pemilu 2009, spanduk-spanduk partai pun mulai bertebaran di jalanan. Namun, ada spanduk yang menggugah “rasa keimanan” saya, yaitu spanduk sebuah partai Islam yang mengajak kader dan simpatisannya untuk meraih “kemenangan dakwah 2009”.

Wah, ini baru beda! Baru kali ini ada sebuah “mobil politik” yang menjadikan dakwah sebagai “bensin”-nya supaya lajunya lebih kencang dan (mungkin) diharapkan mendapatkan berkah dan ridho dari Tuhan. Bila sang “mobil politik” tersebut menang dalam pacuan adu cepat Pemilu 2009, maka (mungkin) itulah “kemenangan dakwah”. Namun, celakanya bila sang mobil kalah cepat dengan mobil lainnya, maka (konsekuensinya) itulah “kekalahan dakwah”.

Lho, sejak kapan dakwah yang berfungsi menyeru umat manusia kepada agama Allah dengan “hikmah dan nasihat yang baik” tiba-tiba harus “siap kalah dan siap menang” dalam sebuah drama politik yang bertitel Pemilu 2009. Bukankah tugas dakwah adalah tugas mulia para Rasul, Nabi dan segenap umat yang diperintahkan Tuhan untuk menyeru kepada sesamanya agar menuju kepada jalan Allah. Dan bukankah tugas para dai (pendakwah) hanya menyampaikan atau menyeru? Bukankah Allah sendiri yang sesungguhnya lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang benar serta mendapat hidayah?

Jadi, gampangnya, kalau ada yang tidak mendukung atau mencoblos “partai dakwah” tersebut, maka dia tidak mendukung “dakwah”? Kalau tidak mendukung “dakwah”, berarti sesat dan tidak mendapat hidayah? Olah, hari gini kok masih ada sekelompok orang “kesurupan” yang berani “mengambil alih” hak Tuhan yang paling dasar, yaitu hak Allah untuk “memberi hidayah kepada orang yang Ia kehendaki”?

Jelas, ini fasis! Sudah tahu fasis kan? Fasis adalah sikap atau ideologi yang menganggap dirinya sebagai satu-satunya kebenaran dan keunggulan. Orang lain dan kelompok lain sesat dan tidak unggul. Artefak fasis dalam sejarah adalah Hitler dengan NAZI-nya yang menganggap ras Arya Jerman adalah ras paling benar dan unggul sehingga tanpa segan-segan dia membunuh jutaan manusia hanya karena alasan ras atau identitas.

Rupanya di Indonesia, kini mulai bersemi fasisme relijius yang menganggap segala wahyu Tuhan keluar dari bibir elit-elitnya dan sudah tercantum dalam AD-ART partainya. Pokoke, kitalah sang pemilik kebenaran! Yang lain? Ya, sesat!
Wuih, seram…!! Saya hanya sanggup berdoa semoga rakyat Indonesia punya kejernihan hati untuk melihat kebenaran Tuhan dan tidak terkecoh oleh tipu daya kaum fasis sekalipun yang mengklaim Tuhan ada di belakangnya!

Friday, May 09, 2008

Sarbumusi Lulus Verifikasi 2007

Dapat Info, Sarbumusi dinyatakan lulus verifikasi keanggotaan yang dilakukan Depnakertrans pada tahun 2007 dengan jumlah anggota se-Indonesia sekitar 96.000 sehingga Sarbumusi berhak dapat dua kursi di Tripartit Nasional dan Dewan K3 Nasional.

Aku diberikan amanah untuk duduk di Dewan K3 Nasional bersama 9 orang perwakilan serikat buruh lain, 10 orang dari pemerintah dan 10 orang dari Apindo.

Mudah-mudahan Allah tetap menolong dan memudahkanku dalam urusan Sarbumusi yang makin berat ini...

Wednesday, April 02, 2008

"We Love Them More"

Senin 31 Maret 2008, aku sebagai wakil sekjen DPP Sarbumusi bersama Ketua Umum DPP Sarbumusi, Djunaidi Ali dan sejumlah pimpinan nasional serikat buruh/ pekerja diundang untuk bersilaturahmi dengan SBY di Istana.

Banyak hal yang terlontar dalam silaturahmi yang berlangsung mulai pukul 14.30 – 17.00. Tapi hanya ada satu kata-kata SBY yang aku ingat di akhir acara, “Tolong sampaikan salam saya kepada seluruh pekerja Indonesia, we love them more..."

Pesan itu sudah saya sampaikan di sini…..

Wednesday, March 12, 2008

PMII Harus Kembali ke NU & Kampus Umum

Kongres PMII akan digelar di Batam, 17 Maret 2008...
Bagaimanapun hancurnya moral...
dan money politic yang bertebaran di arena Kongres
Sudah seharusnya ada suara hatinurani yang merintih lirih
demi kemajuan NU, umat Islam dan bangsa Indonesia bahkan warga dunia

Inilah suara lirih itu...
1. PMII Harus kembali ke NU secara kultural dan struktural....Kader-kader PMII adalah calon penerus pengurus NU dan banom-banomnya...yang juga mengurusi keseharian umat. Dengan kembalinya PMII ke NU, maka jenjang pengkaderan di NU akan tidak terputus di rantai mahasiswa. Tidak akan ada lagi kader IPNU-IPPNU yang gabung di HMI, KAMMI dll sambil berdalih PMII kan independen (Baca: malu ngaku NU)

2. PMII Harus kembali ke kampus umum. Di era industrialisasi, modernisasi de el el, sudah jelas bahwa IAIN cukup ada di kota-kota besar saja. PMII harus menguasai 3 kampus papan atas, UI, ITB dan UGM. Jujur saja, hanya 3 kampus besar tsb plus sejumlah PTN lain yang mendominasi sektor strategis republik ini. dan yang pasti, jarang lulusan UI, ITB dan UGM yang nganggur (kecuali anaknya emang gak kreatif).

mungkin ini terlalu naif dan bikin sakit hati banyak orang...

tapi yang benar harus dikatakan...

Selamat kongres...btw, untuk KOPRI-nya, saya dukung Ayu, anak Jambi yang jurusan Fisika, lumayan bening sih...hehehe..just kidding..

alfanny
pengurus pmii universitas indonesia, 1995-2001

Monday, February 18, 2008

Bayangkanlah....

Bayangkanlah....
ada adik kelasmu di UI beda 3 tahun.
dia aktivis....santri par excellent...
dulu, untuk sarapan pagi dia harus datang ke kostku.

"fan, minta celengannya ya..."
"ambil aja...", jawabku setengah sadar, karena itu baru setengah 7 pagi.

itu tahun 2003.
kini 5 tahun kemudian, di tahun 2008...
di saat gerakan -yang dulu dia pimpin- membutuhkan sapaannya....

Dia pun membalas ketus lewat sms di nomorku...
"ambil saja duitnya di tebet!".....

so....Tuhan maha pengampun dan penyayang...
moga-moga dengan aku menulis ini, aku tidak usah merasa sakit hati lagi..

amin...

"Aku dan Dirimu" by Bunga Cinta Lestari feat Ari Lasso


tiba saatnya kita saling bicara
tentang perasaan yang kian menyiksa
tentang rindu yang menggebu
tentang cinta yang tak terungkap

sudah terlalu lama kita berdiam
tenggelam dalam gelisah yang tak teredam
memenuhi mimpi-mimpimu malam kita

reff:
duhai cintaku, sayangku, lepaskanlah
perasaanmu, rindumu, seluruh cintamu
dan kini hanya ada aku dan dirimu
sesaat di keabadian

jika sang waktu kita hentikan dan segala mimpi-mimpi jadi kenyataan meleburkan semua batas antara kau dan aku, kita...

the movement is point of no return..

Monday, January 28, 2008

Cukup Bung Karno dan Pak Harto

Pak Harto pun meninggal pada 27 Januari 2008. Seperti Bung Karno, Pak Harto pun meninggal sebelum sempat diadili.

Kejatuhan Pak Harto pun sama seperti Bung Karno dulu. Diwarnai riuh rendah demonstrasi mahasiswa dan naiknya harga-harga.
Hanya Pak Harto sedikit beruntung dibanding Bung Karno. Pak Harto mendapatkan fasilitas pengobatan yang sangat komplet, yang tidak didapatkan Bung Karno.
Yah, sudahlah. Sudah ada tiga presiden yang jatuh tidak alamiah. Bung Karno, Pak Harto dan Gus Dur. Bedanya, Gus Dur sesudah jatuh dari kursi Presiden tetap berkibar dengan kendaraannya, PKB. Bung Karno benar-benar diisolasi dari politik dan rakyat. Pak Harto mencoba bangkit lewat anaknya, Mbak Tutut yang mendirikan PKPB di Pemilu 2004, namun partai tersebut tidak didukung rakyat.
Cukup sudah Bung Karno dan Pak Harto yang jatuh secara tragis. Bangsa ini harus memperbaiki sistem dan mental demokrasinya sehingga pemimpin yang terpilih bisa naik dan turun lewat pintu yang seharusnya.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun.....

Thursday, January 24, 2008

Kesaksian Gerakan Mahasiswa UI 1998

Salam sahabat....

Gerakan mahasiswa memperjuangkan reformasi, tahun ini genap 10 tahun....

tapi keadaan ekonomi tak banyak berubah. Para aktivis 1998 pun tercerai-berai. Sebagian di partai politik dan parlemen. Segelintir di LSM. Dan, "silent majority" harus bertahan hidup sebagai buruh dsb sambil mencoba merawat idealisme dan terus berusaha mewariskannya kepada generasi penerus. Dan, i am part of them....
Sebagai warisan kepada generasi penerus, adik-adikku di UI, sengaja lahir situs ini, http://www.kesaksian1998.blogspot.com/....
Sebagai pertanggungjawaban moral dan sejarah, situs ini lahir dan memberi makna pada gerakan 1998, agar adik-adikku di UI terus menjaga republik ini......

Sunday, January 20, 2008

SIKAP AKTIVIS KELUARGA BESAR UI 98 SOAL SOEHARTO

"Menolak Kembalinya ORBA melalui Sakitnya Soeharto"

Pernyataan Sikap Aktivis
Keluarga Besar Universitas
Indonesia 98
(KB-UI 98)


Pemberitaan, eskalasi dan mobilisasi opini yang muncul seputar krisis kesehatan Soeharto telah menjurus ke arah yang membahayakan sendi-sendi demokrasi Indonesia. Kami memandang fakta ini dengan kekhawatiran, oleh karenanya kami menyampaikan
pandangan sebagai berikut:

Pertama, kami menilai bahwa segala upaya itu telah secara sengaja mengarahkan publik untuk menerima, memaafkan secara sukarela dan buta kesalahan-kesalahan Soeharto semasa dia berkuasa. Selain itu, mobilisasi itu juga telah menjungkirbalikan logika dan menyederhanakan persoalan politik Soeharto menjadi semata-mata persoalan dan simpati pribadi dengan melupakan peran utamanya selaku mantan penguasa Orde Baru yang telah memerintah secara otoriter lebih dari tiga dasawarsa.

Kedua, kami menilai bahwa masalah sakitnya Soeharto ini telah dimanfaatkan sedemikian rupa tidak hanya untuk memobilisasi untuk memaafkan Soeharto, lebih dari itu ia juga telah diarahkan untuk mencetak `cek kosong' buat kroni-kroninya yang selama Soeharto berkuasa ikut mengambil manfaat dalam penyalahgunaan kekuasaannya.

Ketiga, yang sangat tidak sehat dari segala proses ini adalah adanya upaya untuk`mencendanakan ' seluruh kehidupan publik. Publik didorong untuk bersikap senada dan seirama sebagaimana mantan para pembantu dan orang sekitar Soeharto.

Dengan dasar pandangan di atas kami menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, dengan pengalaman 32 tahun Orde Baru memerintah dan fakta sepuluh tahun reformasi ini, kami mengajak setiap orang untuk tidak melupakan dan terus mengingat akibat-akibat kedikatatoran Soeharto dan kroninya terhadap kehancuran kemanusiaan, ketidakadilan dan keterbelakangan rakyat selama masa berkuasanya.

Kedua, dengan mengenang seluruh pengalaman tragedi itu, kami menolak berbagai upaya untuk menyatukan kami dan seluruh rakyat Indonesia dalam satu kesatuan politik dengan Soeharto dan kroni-kroninya. Kami dan sebagian besar rakyat Indonesia tidak pernah merasa berhutang apapun kepada Soeharto dan kroni-kroninya.

Ketiga, pada akhirnya kami mengimbau kepada pemerintahan SBY untuk tetap berpegang pada amanat reformasi, amanat yang menghantarkan dirinya dan seluruh kepolitikan saat ini kepada kursi kekuasaanya sekarang. Kami menuntut pemerintah untuk terus melanjutkan upaya hukum untuk terus mengungkap berbagai penyalahgunaan kekuasaan selama Soeharto dan kroninya berkuasa.

Jakarta, 16 Januari 2008

Pendukung:

Abdul Qodir (FH-UI angkatan 96)
Atnike Nova (FISIP-UI angkatan 94)
Budi Arie Setiadi (FISIP-UI angkatan 90)
Daniel Hutagalung (F.Sastra-UI, angkatan 90)
Ikravany Hilman (FISIP-UI, angkatan 92)
Yostinus Tommy (FISIP-UI angkatan 94)
Bivitri Susanti (FH-UI angkatan 93)
Soekarman Dj. Soemarno (F Sastra UI angkatan 90)
Robertus Robet (FISIP-UI angkatan 91)
Emanuel Rahmat (F. Teknik angkatan 94)
Benediktus Dwi (F . Ekonomi angkatan 94)
Firliana Purwanti (F. Hukum-UI angkatan 96)
Samuel Gultom (FISIP-UI angkatan 93)
Hendrik Boli Tobi (FISIP-UI angkatan 91)
Donny Ardyanto (FISIP-UI angkatan 92)
Sahat K Panggabean (F.Sastra angkatan 95)
Satya Utama (FISIP-UI angkatan 94)
Arsil Usman (FH-UI 96)
Derry Irmantara (FISIP-UI 92)
Agus Mediarta (F.Satra angkatan 94)
Tito Sianipar (FISIP-UI angkatan 97)
FX. Supiarso (FISIP-UI angkatan 93)
Aria Perdana (F. Ekonomi UI angkatan 93)
Taufik Basari (F. Hukum angkatan 95)
Rieke Dyah Pitaloka (F.Sastra angkatan 94)
Nugroho Dewanto (FISIP-UI angkatan 89)
Suma Mihardja (F.Hukum-Ui angkatan 92)
Veronika Iswinahyu (FISIP-UI angkatan 97)
Alfani (F.Sastra angkatan 95)
Umar Idris (F.Sastra angkatan 97)
Iin Purwanti (F.Sastra angkatan 96)
Tony Doludea (F. Sastra angkatan 99)
Sugianto (F.Sastra angkatan 90)

Kontak Person:

Ikravany Hilman (telp 021-93370750)
Abdul Qodir (telp 021-98596212)